Sabtu, 09 April 2011

Demi Lovato-Here We Go Again



Here We Go Again




July, 21 2009
Hollywood Records

DOWNLOAD

You're My Superstar

FF Japan pertamaku nie…

Spesial kubuat untuk Rita Umma yang lagi ultah…

Selamat membaca… :D

Title : You’re My Superstar

Length : 9 Ms. Word

Author : Dita Rachmawati

Cast :

- Rita (Chibi_chii) as Sakura

- Chinen Yuri from Hey! Say Jump!

- Yamada

- Yui

Genre : Romance, Family, Frienship

Rating : Pg-13

“Ohayo…” Sakura menundukkan kepalanya tepat di hadapan segerombolan gadis-gadis manis yang tengah sibuk berbincang di depan ruang kelas.

“Ohayo Sakura-chan…” mereka pun ikut membalas dengan serempak.

Selepas melempar senyum, Sakura kembali meneruskan langkahnya memasuki ruang kelas, tapi tiba-tiba “Brukk!!”

“Ittai…” seseorang menubruk bahu kirinya cukup keras hingga hampir membuatnya terjatuh.

“A~ gomenasai…” seru orang itu yang ternyata seorang lelaki dengan tubuh yang sepantaran dengan Sakura. Lelaki itu sempat menangkap tubuh Sakura yang hampir terjatuh.

Eng… sepertinya aku kenal suara ini, bukannya dia…

Sakura menatap lelaki itu mulai dari ujung sepatunya hingga ujung rambut. “Hah!! Iyada!!” dengan mata membelalak, Sakura membekap mulutnya dengan telapak tangan sebelum teriakannya keluar. Blush!! Seketika wajahnya berubah merah tomat dihadapan lelaki itu.

“Eng, kamu nggak pa-pa??” lelaki itu jadi bingung sendiri mendapati gadis dihadapannya mendadak diam dengan wajah yang terlihat kaget. ‘Apa ada yang salah denganku??’

Dengan gugup Sakura tiba-tiba ambil langkah seribu menjauh dari lelaki itu. Berlari sekencang-kencangnya tanpa arah dan tujuan, yang jelas yang ada di pikirannya hanya lari, lari, dan lari.

“Eng??” lelaki itu hanya menggaruk-garuk kepala makin bingung.

---

“Ahahaha iyadaaa… kau ini memalukan sekali Sakura…” Yui terbahak sambil memegang perutnya yang datar. Geli mendengar cerita sahabatnya yang berbuat memalukan di depan lelaki pujaannya.

“Yui-chan!! Urusai!!” bentak Sakura dengan wajah yang benar-benar sudah merah padam. “Kau jahat sekali Yui, sudah tahu sahabatmu baru saja berbuat hal yang memalukan malah diterwakan…” gerutu Sakura kesal sambil memanyunkan mulutnya.

“Gomen… gomen…” Yui berusaha keras menghentikan tawanya meski ia masih merasa geli.

Sakura hanya memalingkan wajahnya sambil melipat kedua tangannya di atas meja dan memasang tampang cemberut. Benar-benar tidak enak dilihat.

“Hey, gomenasai Sakura-chan…” pelas Yui akhirnya sambil berusaha keras menghadapkan bahu sahabatnya itu kembali menghadapnya.

“Lalu sekarang aku harus bagaimana??”

“Ehm, entahlah, aku juga bingung…” Yui akhirnya mulai serius dan berpikir.

“Imageku pasti sudah rusak sekali di hadapannya…” pesimis Sakura dengan wajah kecewa.

---

Hari sudah benar-benar sore, seharusnya Sakura sudah benar-benar dalam kamarnya saat ini. Tapi waktu berkata lain ketika ia dengan rela hati menggantikan posisi Yui untuk bertugas piket hari ini. Penyakit asma Yui tiba-tiba kambuh dan harus segera dibawa ke rumah sakit pada jam pelajaran kedua tadi. Sebagai sahabat yang baik, tidak mungkin Sakura tega membiarkan Yui mendapat hukuman karena bolos piket sekalipun karena alasan sakit.

Ya, sekolah mereka memang memiliki peraturan yang ketat dan bahkan terdengar aneh dan memaksa. Mungkin karena menyandang gelar high school favorite di Jepang ini yang membuat setiap peraturannya terasa lebih memaksa.

Dan tugas Sakura benar-benar berat. Ia kebagian shift 3. Ia terpaksa pulang terlambat karena harus menunggu beberapa murid team sepak bola yang latihan ekstra hingga sore hari. Ia diperbolehkan pulang setelah sekolah mereka sudah tidak berpenghuni kecuali beberapa satpam yang memang bertugas menjaga 24 jam.

“Huft…” dengus Sakura bosan memandangi lantai yang sudah berulang-ulang ia sapu. Ini kali ketiganya ia menyapu kelas Chinen. Yupz, lelaki favoritenya. Mereka memang berbeda kelas, dan entah mengapa Sakura merasa belum puas membersihkan ruangan itu.

Lantas ia menarik salah satu kursi yang terletak paling belakang. Ia sandarkan sapunya ke samping kursinya dan mulai merebahkan punggungnya di kursi.

Tanpa disadari matanya menyapu seisi ruangan. Menatap papan tulis besar yang sudah benar-benar bersih dan mengkilap. Menatap beberapa poster kesehatan dan rumus fisika yang tertempel di dinding. Melihat… oops… tas Chinen!!

Deg-deg-deg, Sakura terdiam sejenak menatap tas sekolah itu. tas berwarna hitam dengan tali kuning, warna kesukaan Chinen.

Dengan pelan, Sakura menegakkan bahunya. Tangannya betul-betul terasa gatal ingin menyentuh tas itu. Tapi…

“GGOOAALLL!!” tiba-tiba terdengar teriakan dari lapangan yang terletak dihadapan kelas itu.

Dengan refleks, Sakura bangkit dan setengah berlari menghampiri jendela. Ia membuka sedikit hordyn yang menutup jendela itu dan wahh…

Tepat dihadapan kedua matanya, Chinen tengah bersorak girang atas cetakan goal yang dibuatnya.

Tawa itu… senyum itu… sinar mata itu… indah sekali…

Deg-deg-deg, lagi-lagi degup jantung Sakura terdengar nyaring memekik telinga. Sakura tak tahu harus berbuat apa, ia terdiam menatap tawa renyah lelaki itu dari balik kaca.

Sedang di sisi lain, Chinen menyadari sesuatu. ‘Sepertinya ada yang melihatku’. Lalu mengarahkan bola matanya ke arah jendela kelasnya. “Eng… gadis itu… kenapa dia ada di kelasku??” Chinen melambaikan tangan ke arah Sakura dengan senyum menyapa.

“Hah!!” lagi-lagi Sakura membekap mulutnya begitu menyadari lelaki itu kembali menangkap dirinya. Dengan cepat Sakura menutup kembali hordyn, mengambil sapu, dan lekas berlari sekencang-kencangnya menjauh dari kelas 2-1.

“Eng??” Chinen kembali menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia jadi bingung sendiri setiap kali menemukan gadis itu. ‘Sepertinya aku ada salah padanya, tapi apa ya??’

“Kau kenapa??” tiba-tiba Yamada menepuk pundaknya dari belakang.

“Eng… aku pergi duluan ya, ada sesuatu yang musti ku urus…” sahut Chinen yang langsung ambil langkah seribu menuju kelasnya.

---

“Hah!!” mendadak Sakura menghentikan langkahnya begitu mendapati seseorang berdiri tepat di hadapannya. Dengan lambat Sakura menatap lelaki itu dari ujung kaki hingga ke wajahnya. “Hah!! Iyada!! Kau??”

“Akhirnya aku menemukanmu juga!!” dengus lelaki itu dengan wajah puas. Sekilas tampak wajah sangarnya persis seperti srigala yang hendak menerkam mangsanya.

---

Tiga hari setelahnya…

Sakura melangkah gontai menuju sekolahnya. Ini memang hari minggu, dan seharusnya ia tak pergi ke sekolah, tapi ekstrakurikuler jurnalistik yang ia ikuti benar-benar menuntutnya untuk datang untuk mencatat beberapa pertanyaan wawancara yang harus ia tanyakan besok dengan dewan komisi perlindungan anak yang akan mengunjungi sekolah mereka.

“Huft… ayo semangat Sakura-chan!!” seru Sakura pada dirinya di tengah perjalanan.

Tak lama, ia sampai di pintu gerbang. Melihat bangunan sekolahnya yang bertingkat sebentar, lalu kembali berjalan masuk.

“AAAA!!” baru beberapa langkah mendekati gedung itu, tiba-tiba Sakura mendengar teriakan seseorang yang samar-samar hampir tak terdengar dari arah taman belakang.

Bukannya itu suara…

Tanpa berpikir panjang, Sakura berlari menuju arah taman belakang yang jaraknya cukup jauh dari tempat berdirinya semula. Deg-deg-deg kali ini detakan itu tidak lagi mirip dengan ritme orang yang jatuh cinta, melainkan seperti detakan bom yang akan meledak.

Tak berpikir lagi dengan rok selutut yang ia kenakan, ia terus berlari, dan berlari. Membiarkan rambut panjangnya terurai bebas mengikuti arah bayangannya.

“Hah… hah… YAMERO!!! TAKASHI!!” teriak Sakura cepat pada lelaki yang 3 hari lalu ia temui saat berlari dari ruang kelas Chinen. Rupanya lelaki itu kembali berulah setelah dengan paksa merebut kalung pemberian ayahnya.

Takashi yang namanya baru saja disebut dengan cepat mengarahkan kedua bola matanya ke arah Sakura. Dan dengan lambat ia menurunkan tangannya yang sebelumnya hampir menderatkan tinju tepat di wajah Chinen yang badannya tengah ia duduki saat ini.

“Mau berulah apa lagi kau kali ini hah!! Tidak puaskah telah merebut hadiah ulang tahun dari ayahku kemarin?!” bentak Sakura geram. Ia mengepal kedua tangannya menahan kesal melihat tingkah kakak tirinya yang tidak tahu diri itu. “Apa uang yang selalu kau curi dariku itu masih kurang untuk membeli minuman dan membayar gadis-gadis murahan itu hah?!” bentak Sakura lagi. Pasalnya ia sudah tidak punya kesabaran lagi dengan lelaki bertubuh kekar itu. “Lepaskan temanku!!” teriak Sakura yang berlari mendekat dan mendorong tubuh besar itu dari atas tubuh Chinen.

Tess tess… beberapa butir air matanya jatuh tepat di seragam olahraga Chinen ketika ia membantu lelaki itu untuk bangkit.

“Dasar kau adik kurang ajar!! Harusnya kau bersyukur karena aku tidak berbuat lebih padamu atas kelakuan ayahmu yang membuat keluargaku berantakan.” desis Takashi tajam. Ia masih terduduk dengan wajah kesal menatap gadis berambut panjang dihadapannya yang terdiam setelah sebelumnya sibuk mengurusi lelaki bertubuh kurus dan berseragam olahraga dihadapannya.

Sejenak Sakura memejamkan mata. Menarik nafas panjang dan menatap ke arah belakangnya. “Jadi kau pikir semua ini terjadi karena Ayahku?” tanya Sakura yang sudah benar-benar muak.

“Tentu saja!!”

“Kau pikir ibumu tidak salah hah?!” tanya Sakura lagi masih dingin.

“Hey… kau mau menuduh ibuku?”

Dengan cepat Sakura merogoh sakunya meraih sebuah ponsel. Setelah dapat, dengan kasar ia melempar barang itu ke arah pangkuan kakak tirinya. Lalu tanpa menoleh, ia menggopoh Chinen untuk pergi dari tempat itu.

---

“Kupikir kau murid yang paling pendiam di sekolah ini…” cetus Chinen membuka percakapan setelah beberapa puluh menit berlalu tanpa ada percakapan sedikitpun.

Sakura yang sibuk menyiapkan P3K dalam ruang UKS itu akhirnya berhenti sejenak untuk menoleh. Matanya masih sembab bekas menangis. Bahkan sesekali air mata itu hampir tumpah.

“Eng?? Hem…” Sakura hanya tersenyum simpul dan kembali menunduk untuk menyiapkan beberapa plester dan kasa.

Chinen menyambut itu dengan senyum yang simpul pula. Entah mengapa ia merasa girang mendapat senyum manis itu. Bahkan suasana mendadak menjadi panas dan memacu jantung untuk berdetak lebih cepat.

Sakura menghampiri lelaki imut itu dengan membawa beberapa peralatan. “Maaf ya atas sikap kakak tiriku itu…” kali ini Sakura memberanikan diri membuka percakapan seraya membersihkan luka memar di tangan dan wajah Chinen.

“Itu tidak seberapa buatku…” sahut Chinen percaya diri.

“Hah??” Sakura terkejut, ia berhenti sejenak dengan mata yang membelalak tak percaya. “Apa kau sering berkelahi??”

“Eh, ti… tidak… mak… maksudku bukan begitu…” entah mengapa lelaki bertubuh kurus itu mendadak gugup.

“Hem…” tiba-tiba Sakura terkekeh.

“Ehm??”

“Hehehe… gomenna…” sahut Sakura berusaha menahan tawanya dan kembali mengobati luka di tangan lelaki imut itu.

“Hem…” Chinen kembali tersenyum bahkan kali ini tertawa kecil. ‘Gadis ini benar-benar bisa membuat sesuatu yang sama sekali tidak lucu menjadi lucu’

“Coba kulihat wajahmu?” pinta Sakura begitu selesai menutup luka di tangan Chinen dengan plester.

Tanpa basa-basi, Chinen menurut.

Sett…

Deg-deg-deg

Mendadak keduanya diam ketika empat mata itu bertemu. Bahkan mereka sama sekali tak berkedip. Senyum pun mereka tak bisa. Keduanya sama-sama terpesona dan tenggelam dalam detak jantung mereka yang satu irama.

“Ah~…” Sakura terlebih dulu sadar dan membuang pandangannya. “Gomenna…”

“Tidak, seharusnya aku yang meminta maaf…”

Terdiam. Tiba-tiba mereka sadar dengan apa yang mereka katakan. Mereka mengatakan kata-kata yang seharusnya tak mereka ucapkan atau bahkan mereka bahas.

Apa ini?? Kenapa jadi membahas yang tidak penting??

Menarik nafas sebentar, lalu kembali saling menatap. Sakura berusaha keras untuk focus pada luka di pipi Chinen yang mulai membengkak. Berusaha keras untuk tidak kembali mengarahkan kedua bola matanya pada kedua bola mata lelaki imut itu.

Begitu pun Chinen, ia turut berjuang keras untuk tidak menatap kedua bola mata besar gadis manis dihadapannya.

Selesai…

Sakura menghela nafas panjang dan lekas membereskan peralatan yang selesai ia gunakan.

“Oia, kukira kita belum berkenalan…” ungkap Chinen dengan wajah yang hampir matang. Ia bangkit dari ranjang.

“Eng??” Sakura membalik tubuhnya cepat.

Chinen mengulurkan tangan kanannya. “Chinen Yuri desu…”

Menatap sebentar, lalu dengan gemetar menjabat tangan itu yang ternyata juga dingin dan gemetar sepertinya. “Sakura desu…”

Dengan cepat Sakura melepas jabat tangan itu sebelum lelaki itu menyadari detak jantungnya yang sudah sangat tidak beraturan.

“A~ Sakura-chan, Sankyu~…” seru Chinen sambil membungkukkan tubuhnya dan mengangkat tas sekolahnya ke atas bahu.

“Iie, anggap saja itu sebagai permintaan maafku atas kelakuan Takashi…” sahut Sakura dengan wajah yang masih merah.

“Sudahlah, jangan bahas itu lagi!! Bagaimana kalau aku antar kau pulang?” tanya Chinen seraya mengangkat alisnya.

“Hem…”

---

5 hari berlalu setelah Takashi dan Chinen berkelahi. Sejak saat itu Takeshi tak pernah menginjakkan kakinya lagi di rumah mereka sekalipun. Sakura sudah sangat tidak peduli lagi pada lelaki yang merebut kalung berharganya itu. Sedang Chinen, semakin hari Sakura semakin mudah untuk meminimalisir rasa malunya pada Chinen, karena mereka jadi semakin dekat.

Tok-tok-tok

Sakura sedikit terkejut begitu mendapati ketukan di pintu kamarnya itu.

“Siapa??”

Tak ada yang menjawab.

Tok-tok-tok

Seseorang dibalik pintu itu kembali mengetuk.

Akhirnya Sakura mengalah dan menuruni ranjangnya. Dengan penasaran, ia meraih gagang pintu kamarnya. Lalu membukanya, dan…

“Kau??” Sakura sedikit terkejut begitu mendapati Takashi tengah berdiri dihadapan pintunya dengan tampangnya yang kusut dan tertunduk.

Diam. Suasana hening untuk beberapa saat hingga membuat Sakura mengedarkan pendangannya ke sekitar lelaki kusut itu. “Apa kau yang mengetuk pintu kamarku tadi??” ungkap Sakura sambil menundukkan wajahnya mencoba menangkap raut wajah Takeshi.

“Hah!! Kau menangis??”

Tanpa menjawab, Takeshi langsung memeluk gadis mungil dihadapannya. Tiba-tiba tangisnya pecah di bahu adik tirinya itu.

“Hey!! Kau kenapa??” Sakura jadi bingung sendiri.

“Gomenna~…” sahut lelaki lusuh itu lirih disela sesegukannya.

Sakura terdiam sejenak mendengar ucapan itu. Matanya membelalak besar.

Apa?? Apa aku tidak salah dengar?? Apa ini benar-benar Takashi??

Takashi mendekap tubuh adiknya lebih erat. Tangisnya semakin pecah.

Sakura masih terdiam. Hatinya terasa terketuk sesuatu yang sangat besar. Dengan ragu, ia mulai menggerakkan tangannya mengusap pelan punggung kakaknya itu.

Tak lama Takashi menarik tubuhnya dari adiknya itu. Menghapus sedikit air matanya dan menyodorkan beberapa lembar uang ke hadapan adiknya itu.

“Apa ini??”

“Ini beberapa lembar uang yang berhasil aku kumpulkan untuk mengembalikan semua uang yang dulu aku rampas darimu. Maaf aku belum bisa membayar semuanya…” jelas Takashi dengan wajah tertunduk.

“Kau ini apa-apaan sih?! Ambil saja… aku sudah mengikhlaskan semuanya…” sahut Sakura dengan wajah yang cerah.

Ting-tong-ting-tong

“Aku buka pintu dulu ya??” ucap Sakura pass sekali sebagai alasan dan mulai berlari.

“Tunggu…” Takashi menahan tangannya. Menaruh lembaran uang ditangan adiknya dan lekas berlari meninggalkannya.

---

“Hey!!” sapa seseorang yang baru saja mengetuk pintu yang ternyata adalah Chinen.

“Hah!! Ehm… hey…” sahut Sakura gugup. Wajahnya merah seketika.

“He…” Chinen jadi ikut gugup. Lalu tak lama ia ingat sesuatu di tangannya. “Oia, ini untukmu…” ucapnya sambil menyerahkan sebungket mawar putih yang masih tampak segar.

“A~ Sankyu Chinen-kun…”

“Ehm?? Aku boleh meminta sesuatu padamu??”

“Hah?? Apa??”

“Panggil aku Yuri…”

“Oh… hai…”

---

Wusshh… angin malam kali ini terasa sangat dingin melebihi hari-hari sebelumnya. Mungkin karena musim dingin yang hampir tiba.

“Sial… kenapa harus sedingin ini?!” dengus Chinen kesal.

“Apa??” tanya Sakura polos begitu sayup-sayup mendengar Chinen mengatakan sesuatu.

“Ah, iie~…” sahut Chinen gugup. “Sakura-chan, gomenna… gara-gara ajakanku kau jadi kedinginan…” seru Chinen seraya melepas jaketnya dan menyelimuti tubuh mungil Sakura.

“A~ tidak apa-apa Yuri-kun. Lagipula aku bosan berada di rumah. Sankyu~…” sahut Sakura dengan senyum yang ceria.

Melihat respon baik Sakura, Chinen akhirnya membawa Sakura menuju sebuah café untuk memakan beberapa kue kecil dan menikmati cokelat hangat.

Ditengah-tengah suasana. Chinen ingat sesuatu yang memang sudah ia rencanakan sebelumnya.

“Sakura-chan…” dengan ragu Chinen mulai membuka percakapan.

“Ehm??” sahut Sakura singkat.

“Sak… Sakura-chan… daisuki…” ucap Chinen pelan. Sangat pelan hingga hampir tak terdengar tertutup alunan musik yang diputar di café itu.

Sakura terdiam. Blushh!! Kedua pipinya berubah merah tomat. Seluruh aliran darahnya terasa begitu cepat mengalir membuat pembuluh darah di seluruh tubuhnya naik ke permukaan.

Iyada… apa yang harus aku katakan? Apa aku harus mengungkapkan perasaanku sekarang??

“Sakura-chan??” panggil Chinen memecah lamunan Sakura yang terlalu dalam.

“Eng… hem…” Sakura tertunduk malu. Terdiam sejenak, dan… “Atashi no daisuki anata desu…” sahut Sakura kemudian dengan wajah tersipu malu.

Seketika seuntai senyuman muncul dibibir Chinen yang mulai kegirangan.

“He…” senyum mereka mengembang untuk waktu yang sangat lama. Saling membuang wajah menahan malu.

“Ehm ya, aku ingin memberikan sesuatu untukmu…” Chinen mencoba memecah keheningan seraya merogoh saku kemejanya.

Tak lama lelaki itu mengeluarkan seutas kalung dengan liontin bertuliskan hiragana Sakura.

“Hah!! Dimana kau temukan ini??” seru Sakura histeris begitu menemukan kalung pemberian ayahnya yang beberapa hari lalu dirampas Takashi.

“Aku mencoba merebutnya dari Takashi yang sebelumnya tidak aku tahu bahwa ia adalah kakak tirimu…” jelas Chinen dengan wajah bersalah.

Tess tess… Sakura kembali menitikkan air matanya begitu kalung itu kembali di tangannya. “Sankyu~ Yuri-kun…” ucap Sakura penuh terima kasih.

Dengan cepat Chinen mengulurkan tangannya dan menghapus air mata yang menitik di kedua pipi Sakura. “Sudahlah, berhenti menangis. Meskipun sebelumnya aku tidak menenalmu karena kau terlalu pendiam di sekolah, tapi melihatmu menangis seperti ini membuatku sedih…”

“He…” Sakura tersenyum simpul mendapat kata-kata yang membuatnya tersanjung itu. “Tapi bagaimana kau bisa tahu kalau Takashi merampas kalung ini dariku??”

“Itu…” Chinen menundukkan kepalanya mengingat saat itu. “Hari itu aku melihatmu di jendela kelasku, tapi ketika aku mencoba menyapamu, kau terlihat kaget dan langsng lari. Karena merasa punya salah, akhirnya aku mengejarmu, tapi malah tak sengaja mendengar percakapanmu dengan Takashi. Melihat kau sangat sedih karena kehilangan kalung itu, akhirnya aku memutuskan untuk merapasnya dari Takashi. Maaf aku baru memberikannya sekarang…” jelas Chinen panjang lebar dengan wajah bersalah.

Dengan perlahan Sakura meraih tangan Chinen yang terkulai diatas meja. Mengenggamnya hingga membuat lelaki itu menatapnya. “Iie, kau tdak salah Yuri-kun. Sankyu~…” ucap Sakura manis yang langsung membawa tawa renyah ke tengah-tengah mereka.

27684856b6ae75929d0_full.jpg

End

Umma… met ultah ya…

Moga makin dewasa, makin sabar, dan makin rajin belajarnya…

Oia, paling so sweet nie pesennya: “Jangan lupakan anakmu ini ya Umma… hiks hiks hiks… setidaknya aku punya sahabat baru di pulau yang baru ini, kekekeke jangan bosen-bosen nasehatin aku ma dengerin aku ya Umma… maaf juga kalo aku cerewet n kadang ga nyambung, maklum ane kan dulu jarang berkomunikasi, kekekeke… the best lah Ma… moga langgeng ya ama Appa2nya, kekekeke…”

The last message…

Happy birthday Umma…

Maaf Cuma bisa memberi kado yang tidak istimewa ini :(an di depan lelaki pujaannya.

lari.

ihat kaget.