Sabtu, 05 Maret 2011

Prince Lee Jin Ki-1shot

Title : Prince Lee Jin Ki

Length : 1/1

Author : Dita Rachmawati (DR Rara)

Cast :

- Park Yong Jin

- Lee Jin Ki (SHINee)

Rating : PG13

Namaku Park Yong Jin. Umma memberikanku kalung dengan ukiran hangul nama itu di leherku. Katanya, supaya aku dapat selalu mengingat nama gadis cantiknya. Karena memakai kalung itu, akhirnya aku jadi dipanggil Park Yong Jin. Tapi, sampai detik ini, aku masih tidak tahu siapa gadis cantik milik ibu. Karena yang kutahu, ibu hanya memiliki aku. Dan setiap kali aku menanyakan tentang hal itu padanya, ia hanya tersenyum sambil mengusap wajahku dan memeluk tubuhku erat-erat.

Aku memiliki kelainan mental sejak lahir. Dan sampai detik ini, aku tidak tahu siapa itu mental, kenapa ia membuat aku dianggap berbeda oleh teman-temanku. Kurasa seseorang bernama mental itu jahat. Mungkin ia juga yang menyebabkan mataku mengeluarkan air dan sesuatu dalam tubuhku terasa sangat sakit saat semua teman-temanku mengejekku.

Oia, Umma pernah berpesan padaku, “Jinnie, kamu yang kuat ya sayang!! Jangan pernah menangis apapun yang terjadi… karena kalau kamu tidak menangis, itu tandanya kamu yeoja yang kuat dan tidak terkalahkan… kamu tahu Cinderella?” aku mengangguk. “Seorang putri itu harus kuat dan tidak terkalahkan agar dia bisa mendapatkan seorang pangeran yang baik dan tampan. Kamu mau ‘kan seperti Cinderella?”

“Ne…” sahutku dengan penuh semangat saat itu.

Ibu kembali memelukku dan menenggelamkan wajahku di perutnya. Ada sesuatu yang kudengar dari dalam dada ibu. Seperti suara anak anjing yang cegukan. Dan setelah kulihat wajah ibu, ternyata mata ibu berair. Ibu terus mengusapnya berulang-ulang. Tapi air mata itu tetap jatuh, sampai-sampai aku ikut membantunya.

Dan saat itu aku tahu, bahwa air yang keluar dari mata diiringi sesuatu yang terasa sakit dalam tubuh disebut menangis. Dan aku mulai meninggalkan itu sejak ibu melarangku melakukannya.

Beberapa minggu setelah hari itu, seorang Ahjumma pernah berkata padaku, “Jinnie, kau harus kuat ya? Biarpun ibumu pergi meninggalkanmu di usiamu yang baru 9 tahun, tapi kau harus kuat, kau harus mandiri. Kau pasti bisa sayang…” tuturnya dengan suara yang bergetar dan menangis. Ia memelukku erat-erat sambil membawaku ke sebuah rumah.

Rumah yang sangaaat besar. Aku sampai harus mendongakkan kepalaku untuk melihatnya. Ada pohon yang besar di balik sebuah tembok raksasa yang menutup habis rumah itu. Ahjumma mengetuk tembok raksasa itu kencang-kencang, lalu ia menunduk menatapku.

“Jinnie, kau diam di sini ya? Kau tidak boleh nakal. Ikutilah semua kata-kata Umma barumu…” lalu ia mecium keningku dan pergi begitu saja meninggalkanku yang masih kebingungan.

Umma baru? Apa maksud Ahjumma, Umma tinggal di rumah baru ini? Makanya disebut Umma baru?

Tidak lama, seorang Ahjumma lain keluar. Ia memakai penutup kepala berwarna putih dan sebuah baju yang mirip dengan suster-suster. Ada kemoceng bulu ayam di tangan kirinya.

“Kau siapa?” tanyanya dengan wajah yang berkeriput.

“Park Yong Jin imnida…” aku memperlihatkan kalung yang Umma berikan.

“Park Yong Jin…” Ahjumma itu mensejajari tingginya denganku. “Apa kau yang mengetuk pintu ini tadi?”

Aku hanya menggeleng. Dari balik tubuh Ahjumma yang gemuk itu, aku melihat seorang namja dengan mata yang sipit dan kulit yang putih. Ia membawa sebuah buku berwarna biru. Aku suka warna biru. Aku ingin memiliki buku itu.

Lalu Ahjumma membawaku masuk ke dalam rumah itu. ternyata rumah itu mirip sekali dengan kerajaan yang sering Umma ceritakan sebelum aku tidur. Mungkin Umma sekarang sedang bersama dengan pangeran dan putri Cinderella di dalam.

Tapi sampai dihadapan kursi besar, aku tak juga menemukan Umma ataupun Putri Cinderella ataupun pangeran.

“Nyonya… Mianhae… saya menemukan gadis ini di luar. Sepertinya ada seseorang yang membuangnya, dan sepertinya dia mengalami gangguan mental. Karena saya tidak tega, makanya saya membawanya masuk…” kata ahjumma itu sambil berlutut. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Yang aku tahu, ada seorang penyihir yang duduk di kursi besar itu sambil memegang cangkir yang berasap.

Sesaat kemudian, penyihir itu bangkit dan berteriak-teriak. Aku benci suara keras. Jadi aku berlari kebawah selimut yang di gantung di hadapan jendela dan menutup kedua telingaku agar aku tidak mendengarnya.

Tiba-tiba namja yang membawa buku biru tadi menghampiriku. Ia memeluk tubuhku erat-erat sama seperti umma.

Ya… aku baru ingat. Umma dimana?! Apa penyihir itu telah menculik Umma?!

Lalu aku berlari mendekati penyihir menyeramkan itu. Ia menendang-nendang tubuh ahjumma keras-keras hingga ahjumma menangis.

“KAU PENYIHIR JAHAT!!! DIMANA KAU SEMBUNYIKAN UMMA!!” penyihir itu menatapku dengan tatapan marah dan jijik.

“Ummamu? Mana kutahu!!” jawabnya dengan suara yang jelek.

Ternyata benar, penyihir itu sudah menculik Umma dan dia membuang Umma sampai-sampai ia lupa dimana Umma berada.

“DASAR KAU PENYIHIR JAHAT!!” aku menggigit kaki penyihir itu kuat-kuat hingga ia terjatuh dan tersungkur lalu tertidur.

Setelah hari itu, aku dan namja yang memelukku seperti Umma jadi tinggal bersama tanpa penyihir itu di istana. Ahjumma yang waktu itu dipukuli penyihir, kini aku tak melihatnya lagi.

Mulai saat itu, aku banyak menjalani hari bersama namja yang pernah mengenalkan namanya. “Lee Jinki imnida…”. Ya… Jinki… aku senang berada di dekatnya. Dia selalu mengajariku bermain piano. Ya… piano, sebuah mesin besar yang jika ditekan bisa mengeluarkan suara yang sangat indah ditelingaku.

Aku juga suka pada Ahjussi yang kini aku panggil Appa. Appa selalu membelikanku cokelat berbungkus biru kesukaanku. Aku suka warna biru. Dan semua mainan Jinki yang berwarna biru selalu ia berikan padaku. Makanya aku sayaaaang sekali pada mereka. Mereka selalu membuatku tertawa.

Appa bilang, usiaku sekarang sudah menginjak angka 25. Biasanya setiap aku berulang tahun, aku akan diberikan hadiah dan kue berwarna biru. Lalu ada balon-balon yang juga berwarna biru. Lalu ada kotak-kotak berwarna biru. Dan ada banyaaak sekali teman-teman yang memakai baju berwarna biru.

Tapi kali ini, aku tak mendapatkan itu. Kata Appa, Appa tidak bisa merayakan hari ulang tahunku kali ini, karena Appa harus bekerja ke tempat yang jauh dan baru akan pulang besok lusa.

Maka hari itu aku hanya berdiam diri di kamar. Aku tidak marah, aku hanya merasa kesepian.

Tiba-tiba saja Jinki mengetuk pintu kamarku dan membawaku keluar. Langitnya tampak hitam. Aku berusaha mengingatkannya. “Jinki Oppa, kata Appa kita tidak boleh keluar malam-malam…”

Tapi ia tidak mendengarku. Ia malah terus membawaku keluar. Jauh dari pintu istana. Jauh dari tembok raksasa. Ia mengajakku ke taman bermain yang terdapat banyak api dimana-mana.

Sebelumnya aku merasa takut, tapi Jinki kembali memelukku dan menjelaskan bahwa semua api itu tidak berbahaya. Mereka semua disebut lilin. Mereka yang akan menemani kita dalam gelap.

Lalu Jinki mengajakku menggoyangkan kakiku sambil dipeluk olehnya. Ia sebut itu dengan berdansa. Dan lihatlah… semua lilin-lilin itu juga ikut menari. Kurasa lilin adalah barang kedua yang kusukai selain warna biru.

Tapi tiba-tiba, ada sesuatu yang berhembus kencang sekali meniup sekujur tubuhku. Rasanya ngilu saat kulitku tersentuh olehnya. Dan tiba-tiba semua lilin-lilin itu berhenti menari. Jinki juga ikut berhenti menari. Kini taman bermain itu menjadi gelap gulita. Yang bisa kulihat hanya wajah Jinki yang terlukis besar dimataku.

“Pejamkan matamu Yong Jin aah…” pintanya dengan suara yang berat.

“Apa semua lilin itu akan kembali jika aku pejamkan mataku?” tanyaku padanya.

“Pejamkanlah, kau akan tahu semuanya…” sahutnya.

“Ne… Arasso…” sahutku lagi yang langsung memejamkan kedua mataku rapat-rapat.

Tiba-tiba aku merasakan kedua tangan Jinki memeluk tubuhku erat. Begitu hangat. Ia mengusir hembusan-hembusan yang membuat tubuhku terasa ngilu. Dan… kurasa ia menciumku, tapi bukan di kening seperti yang biasa Umma lakukan padaku. Ia mencium bibirku.

Aku tak pernah merasakan itu sebelumnya.

“Bukalah matamu Yong Jin…” ternyata semua itu sudah berakhir.

Aku membuka kedua mataku pelan-pelan. Ada sebuah cahaya yang sangat terang dari sebuah lingkaran putih dengan batu yang bersinar di atasnya.

“Apa kau mau menikah denganku putri Yong Jin?” tanya Jinki sambil berlutut di hadapanku.

Kedua matanya bersinar sangat indah. Dan aku merasakan ada sesuatu yang terasa ingin meledak dalam tubuhku. Apa itu bom?

Tunggu… menikah? Bukankah itu yang ditanyakan pangeran pada putri Cinderella? Kenapa Jinki mengikuti kata-kata pangeran dan mengganti nama putri Cinderella dengan namaku?

“A~ aku bukan putri Cinderella Oppa…” sahutku membuatnya tersenyum.

Lalu ia bangkit dan mengajakku duduk di bangku taman di bawah sebuah pohon yang sangaaat besar.

“Kau tahu siapa itu Park Yong Jin?”

“Ne, itu namaku dan nama gadis cantiknya Umma…”

“Park Yong Jin adalah nama seorang putri. Dia sangat cantik, sama seperti kata Ummanya. Apa kau pernah mendengar ceritanya?”

Aku menggeleng.

“Sekarang aku akan menunjukkan siapa itu putri Park Yong Jin…” Jinki mengeluarkan sebuah benda berbentuk bulat pipih dari dalam saku jaketnya dan menghadapkannya ke wajahku. “Apa kau melihat putri Park Yong Jin?”

“Annii… aku hanya melihat wajahku…”

“Itulah putri Park Yong Jin. Gadis cantik yang dimaksud Umma adalah kau. Dan kau tahu, setiap putri pasti akan mendapatkan pangerannya masing-masing…” Jinki kembali berlutut di hadapanku.

Aku terdiam sejenak mencoba mencerna semuanya. Berarti gadis cantik yang sering Umma puji-puji selama ini adalah… aku… dan aku adalah seorang putri… berarti aku sama seperti Cinderella. Bukankah putri akan mendapatkan pangeran? Selama ini aku ‘kan tidak pernah menangis. Apa pangeranku adalah Jinki Oppa?

“Apa kau mau menikah denganku Putri Yong Jin?”

Aku memutar memoriku mengingat cerita Cinderella yang sering Umma bacakan sebelum aku tidur. Aku mencoba mengingat akhir dari cerita itu.

Ya… maka aku mengambil cincin itu dan mengajak Jinki untuk bangun. Lalu, aku mencium bibir Jinki lekat-lekat dan memeluknya erat-erat. Akhirnya kami hidup bahagia bersama selamanya…

Terima kasih Umma telah menjadikanku seorang putri… aku berjanji akan menjadi putri yang baik seperti Cinderella…

Kurasa aku selama ini sudah cukup kuat. Dan pangeran Jinki adalah kado yang paling kusukai selain dari warna biru dan lilin. Kurasa Jinki ada diurutan pertama. Karena dia yang paling indah yang pernah kutemui… dan dia mengajarkanku lebih banyak dari Umma tetang putri bahwa putri tidak hanya Cinderella, tapi juga Putri Park Yong Jin… hahahaha…

-End-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar