Sabtu, 05 Maret 2011

Bad Women Part 3-end

“Seok Jin…” panggilnya dengan setengah berteriak saat ia tiba di belakang gadis itu. Senyumnya merekah indah saat gadis itu berbalik dan yang ia lihat memang benar sosok yang selama ini ia rindukan dan ia cari.

Namun gadis itu membalas tatapannya dengan wajah yang bingung. Kedua alisnya bertaut. Matanya terlihat kosong. Dan tak ada sedikitpun senyum di bibirnya.

“Seok Jin, maaf aku baru bisa menemukanmu sekarang…” jelas Dong Woo dengan wajah yang merasa bersalah.

Namun gadis itu tetap menatapnya dengan wajah yang bingung. “Apa ada yang salah denganku? Mengapa tatapanmu seperti itu?” tanya Dong Woo ikut bingung.

“Kau siapa?” ungkap gadis itu akhirnya.

Seketika Dong Woo merasa tersentak. Jantungnya terasa berhenti sesaat. Senyum di wajahnya pudar seketika.

“Apa kau mengenalku?” tanya gadis itu lagi makin membuat Dong Woo terpaku. Ia merasa sangat tidak percaya dengan apa yang ia dapatkan dari gadis yang selama ini ia cari-cari.

“Kau Seok Jin ‘kan?” tanya Dong Woo terbata-bata.

Sep… Dong Woo cepat-cepat membuka matanya. Ia sadar, ia kembali dihantui oleh mimpi buruk itu. Ia kembali dibayangi oleh sosok Seok Jin kecil lagi.

Tapi sore ini, ada hal yang berbeda yang ia rasakan setelah mendapat mimpi buruk itu. Seok Jin ada di depan matanya…

Gadis itu tertidur pulas dengan kepala yang tersandar di atas kedua tangannya. Sangat manis sampai-sampai ia tak kuasa melepas pandangannya dari gadis imut itu.

Tak lama, tangannya tergerak untuk menyentuh wajah Azumiya yang lembut. Membelainya dengan perasaan yang terus berayun lembut. Menyentuh hidung mancungnya yang membuatnya terlihat sangat imut. Dong Woo tertawa sendiri melihat gadis manis itu.

“Ehm…” tiba-tiba Azumiya merasa terganggu dan tersadar dari tidur siangnya.

Begitu ia membuka mata, yang pertama ia lihat adalah wajah tampan pangerannya yang ia ingat baru saja melamarnya. Lantas ia tersenyum membalas senyum pangeran tampannya itu.

Tak lama Dong Woo kembali merengkuh tubuh kecil Azumiya. Ia benar-benar sangat merindukan sahabat kecilnya itu. Dalam benaknya, ia teringat lagi masa kecilnya yang manis bersama gadis itu…

Flashback on

“Hey nona Seok Jin, maukah kau menjadi permaisuriku di kerajaan pasirku ini?” tanya Dong Woo kecil dengan lidah cadelnya.

“Tentu saja pangeran laut…” sahut Seok Jin kecil dengan lesum pipi yang menghias kedua pipi chubbynya.

Flashback end

“Pranggg…” tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara benada jatuh dari arah pintu.

Dengan serentak mereka menatap ke arah sumber suara itu.

Betapa kagetnya Dong Woo saat mendapat sosok Min Ji di ambang pintu dengan pecahan beling di sekitar kakinya. Wajahnya terlihat sangar dengan mata yang hampir keluar, membuat Azumiya menenggelamkan wajahnya di balik punggung Dong Woo yang lebar.

“Kenapa kau membawa pembunuh itu ke rumah ini hah?!” tanya Min Ji geram.

Dong Woo terdiam.

Tak lama, muncul sosok Seo Hyun di balik tubuh Min Ji. Wajahnya tampak tersenyum licik. Matanya terlihat tajam hingga membuat Dong Woo langsung menuduhnyalah yang membuat Min Ji mengetahui tentang hal ini.

“Kutanya, mengapa kau bawa pembunuh itu ke rumah ini hah?!” Min Ji maju beberapa langkah hingga membuat Dong Woo berdiri bersamaan dengan Azumiya.

“Ehm…” Azumiya benar-benar ketakutan mendengar hal itu. sejujurnya ia tak mengerti apa yang dimaksud oleh wanita paruh baya itu. tapi entah mengapa, perasaannya terasa sangat tertekan. Ia merasakan takut yan luar biasa hebat. Bahkan ia sampai tak menyadari saat ia memeluk tubuh Dong Woo dengan erat saking takutnya.

“Aku sengaja membawanya kemari, karena aku…” Dong Woo tak berani melanjutkan kata-katanya.

“Karena apa?” potong Min Ji kasar.

“Karena aku…” Dong Woo merasa berat untuk mengucapkan alasannya.

“Ya?”

“Karena aku… akan menikahinya…” jelas Dong Woo akhirnya.

“APA!!” tanya Min Ji geram. Kedua tangannya mengepal kuat-kuat. Matanya benar-benar melotot. Jantungnya berdegup kuat menahan kesal. Ubun-ubunnya bahkan terasa mendidih. “Dimana logikamu!!” Min Ji menekan kepala Dong Woo kuat-kuat. “Kau ingin menikahi seorang pembunuh orang tuamu hah?!”

“Bukan!! Dia bukan seorng pembunuh!!” bela Dong Woo dengan wajah marah.

Tiba-tiba Min Ji menarik tangan Azumiya kuat-kuat hingga terlepas dari tubuh Dong Woo. Ia tatap gadis itu lekat-lekat dengan wajah jijik.

Dong Woo terkejut saat melihat gadis itu jatuh ke tangan Min Ji.

“Aaaahhh…” Azumiya berteriak saat tanganya diremas wanita paruh baya itu.

“Lepaskan dia!!” bentak Dong Woo langsung meraih tangan Min Ji.

Dengan kasar Min Ji menghempasnya. Kini berbalik ia menatap keponakannya itu lekat-lekat.

“Sekarang aku beri kau dua pilihan…” ucap Min Ji dingin.

Seo Hyun tampak tak senang saat melihat reaksi Min Ji mengetahui bahwa keponakannya sudah di luar pemikirannya.

“Tinggalkan rumah ini bersama pembunuh jalang ini…” tunjuk Min Ji sambil mengangkat tangan Azumiya. “Atau tetap di sini bersama gadis yang telah kujodohkan denganmu…” sambung Min Ji dengan mata yang mulai menyipit.

Dong Woo terdiam dengan mata yang melotot marah pada bibinya itu. ia menelan ludahnya menahan rasa marahnya yan sudah tak terkontrol.

“Aku tahu kau pasti akan memilih yang kedua… tapi asala kau tahu saja! Jika kau memilih pembunuh jalang ini, itu sama saja dengan mengkhianati kedua orang tuamu yang selalu kau tangisi kepergiannya…” jelas Min Ji lagi dengan nada yang tajam menyayat hati Dong Woo ketika ia dituduh mengkhianati kedua orangtuanya.

“Aku tak pernah peduli dengan apa yang kau ucapkan. Karena aku tak pernah sama sekali menganggapmu sebagai bagian dari keluargaku…” reaksi Min Ji berubah marah lagi setelah mendengar tutur kata keponakannya itu. “Tapi untuk kali ini, kurasa kau sudah terlalu banyak mencampuri urusanku. Bahkan kau sudah terlalu banyak mengatur kehidupanku dengan segala kehendakmu yang sama sekali tak ada kebijaksanaannya…” maki Dong Woo tajam. “Aku tak peduli dengan semua omong kosongmu tentang masa lalu gadis ini. Karena gadis ini…” Dong Woo merebut lengan Azumiya dari cengkraman Min Ji dengan paksa. “Jauh lebih berarti daripada keluarga sedarahku sendiri…” jelas Dong Woo yang langsung berlalu dari hadapan wanita paruh baya itu dengan wajah dingin.

Min Ji hanya bisa terdiam saat mendapat tembakan duri yang sangat tajam dari keponakan satu-satunya itu. Bahkan ia merasa mati di tempat saat mendapat penghinaan itu.

Dong Woo mulai merasa khawatir dengan keadaan Azumiya yang tak kunjung keluar kamar sejak beberapa hari yang lalu. Sejak Azumiya dibawanya ke rumahnya yang dulu. Tempat tinggalnya bersama kedua orang tuanya. Lalu ia tak sadarkan diri dan tiba-tiba mengunci pintu kamarnya setelah ia sadar tanpa sepengetahuan Dong Woo.

“Azumiya… Azumiya…” Dong Woo mencoba untuk membujuk gadis itu agar membukakan pintu untuknya.

Berulang kali diketuk, Azumiya sama sekali tak menyahut. Akhirnya Dong Woo berniat untuk membuka pintu kamar Azumiya dengan mencongkelnya. Tapi ternyata, pintu itu sama sekali tak terkunci dan tak sengaja terbuka.

Dari sela pintu yang sudah sedikit terbuka. Dong Woo langsung mendapatkan sosok yang sudah beberapa hari ini tak ia lihat. Gadis itu terduduk di hadapan meja rias dengan rambut terikat dan wajah yang tertunduk. Dong Woo tak dapat melihat wajah gadis itu dengan jelas karena potongan poni Azumiya yang teruntai menutup wajah manisnya.

Tanpa bicara, Dong Woo melangkah masuk untuk memastikan keadaan gadis itu.

“Berhenti…” tiba-tiba saja Azumiya angkat bicara menyetop langkah Dong Woo yang sudah satu meter di sisi kirinya. “Aku tidak pantas untukmu… aku wanita yang buruk untukmu…” desisnya lirih yang terdengar mendesah.

“Apa yang kamu bicarakan?” Dong Woo mulai merasa takut. Dalam hatinya ia merasa Azumiya telah menemukan sesuatu yang selama ini ia sembunyikan.

“Aku wanita yang buruk… aku wanita yang buruk… hiks hiks…” kali ini Azumiya mulai menitikkan matanya. Tangan kurusnya mengepal dan menekan dadanya yang terasa sangat sakit setelah menangis tanpa henti selama berhari-hari.

Tanpa mendengar penjelasan Azumiya, Dong Woo kembali melangkah untuk merengkuh tubuh kurus gadis itu yang terlihat sangat menderita. Ia sudah tak tega membiarkan wanita itu menangis di hadapannya.

“Berhenti!!” Azumiya menepis lengan Dong Woo kuat-kuat yang ingin memeluk tubuhnya. Lantas ia bangkit dan berdiri menghadapnya.

“Azumiya…” Dong Woo kembali mencoba untuk melangkah mendekati gadis itu lagi.

“BERHENTI!!” kali ini Azumiya berteriak tepat di wajah Dong Woo dengan semua kekesalannya.

Dong Woo seketika mematung terdiam menatap gadis itu.

“Aku ingat semuanya… aku ingat semuanya…” Azumiya mulai angkat bicara. Sambil menangis ia mencoba menjelaskan apa yang terjadi padanya. “Aku yang membunuh kedua orang tuamu saat usiaku 6 tahun. Aku juga kehilangan kedua orang tuaku dalam kecelakaan itu… hiks hiks…” Azumiya mulai sesegukan. Tangisnya kembali pecah. “Dan karena aku kau dimusuhi seluruh keluargamu… hiks hiks hiks…” ia terduduk lemas di lantai. Matanya yang sudah membengkak kembali dipaksa menangisi penyesalannya. Dadanya sudah sangat sesak. Ia merasa mulai terserang bronchitis.

“Azumiya… kau…” Dong Woo tercengang mendapati firasatnya itu benar-benar menjadi sebuah kenyataan. Azumiya mendapatkan lagi ingatannya yang hilang sejak berumur 6 tahun. Dan ia yakin tak lama lagi ia akan kehilangan Azumiya bila ia tak berusaha untuk menahannya.

“Itu hanya sebuah kecelakaan, kau bukan seorang pembunuh…” Dong Woo menjajarkan tubuhnya dengan merunduk menatap wajah gadis imut di hadapannya.

“Aku yang memutar selang gas kompor itu hingga akhirnya tabungnya bocor dan meledak, melukai semua orang dalam pesta ulang tahunmu. Itu aku… itu aku… Dong Woo, itu aku…” tangis Azumiya semakin dalam. Dadanya semakin terasa tertekan kuat.

“Tapi…”

“Gara-gara aku, kau kehilangan pesta ulang tahun terindahmu, bahkan kau kehilangan kedua orangtuamu di hari yang seharusnya kau mendapat banyak hadiah dan ucapan… gara-gara aku…”

“Azumiya…” Dong Woo kembali mencoba untuk memeluk gadis itu, tapi kali ini Azumiya tidak hanya menepisnya. Ia melemparinya dengan alat make up yang berserakan di lantai.

“Jangan sentuh aku Dong Woo… jangan dekati aku… jangan dekati aku… aku pembunuh… aku pembunuh…” teriaknya dengan suara yang samar-samar hilang. “Kau bukan orang bodoh yang mau memaafkan seorang pembunuh seperti aku… kau bukan orang bodoh yang rela menolong dan merawatku setelah aku membunuh kedua orang tuamu… hiks hiks… dan kau bukan orang bodoh yang mau menikahi orang yang seharusnya paling kau benci di dunia ini…” Azumiya mulai memaki Dong Woo dengan menghinakan dirinya sendiri.

“Sayangnya kau salah besar… mungkin aku memang orang bodoh, aku orang bodoh yang ingin menikahi orang yang mungkin telah membuat orang tuaku meninggal…” Dong Woo bangkit dan kembali berdiri tegap di hadapan Azumiya tanpa menatapnya. “Tapi aku akan merasa jauh lebih bodoh jika aku meninggalkan orang yang paling berarti di dunia ini…” sambungnya dengan nada yang meninggi. “Kau pikir apa aku menemukan kebahagiaanku di dunia ini bersama mereka? Kau pikir tanpa mereka aku tak akan pernah bahagia?” Dong Woo tertunduk tanpa menatap gadis itu.

“Awalnya memang aku sangat membenci kau saat aku tahu kau membuat kedua orang tuaku meninggal, tapi setelah berapa lama aku melalui hari tanpamu, aku justru mendapat makna dari semua peristiwa itu. Bukan mereka yang membawa kebahagiaan di hidupku, tapi kau…” jelas Dong Woo dengan wajah yang tertunduk dan mata yang penuh perasaan. “Beribu-ribu kali aku bermimpi saat kita terakhir kali bertemu dan aku tak berhasil membawamu pergi dari perempuan yang kukira ingin menculikmu. Setiap kali aku membuka mataku setelah bermimpi buruk, yang ada di benakku hanya penyesalan. Aku tak bisa menyelamatkanmu dan lebih memilih mendengar ucapan Min Seop untuk melupakanmu… yang ternyata itu salah… karena kebahagiaanku bukan bersama keluarga besarku yang membencimu, tapi bersamamu yang kucintai…” ucap Dong Woo tulus dari hati. Matanya berkaca-kaca menatap gadis itu.

“Kau pikir permintaanku padamu untuk menjadi permaisuriku di istana pasir hanya sebuah permainan hah?” Dong Woo kembali merunduk dan menatap wajah gadis itu dengan wajah sedih yang berbanjur air mata. Azumiya hanya menangis tanpa bisa menjawab. “Aku bersungguh-sungguh untuk menjadikanmu permaisuriku… karena posisimu tak pernah tergantikan oleh perempuan lain dari kerajaan manapun…”

Dong Woo meraih sebuah cincin yang terselip di kaki kursi. Ia yakin Azumiya yang membuangnya.

“Maukah kau menjadi permaisuriku untuk selamanya?” tanya Dong Woo sambil menyodorkan cincin itu di hadapan wajah Azumiya yang masih tersedu-sedu. “Aku tidak peduli dengan apa yang dikatakan keluarga besarku ataupun seluruh orang di sekitarku. Karena hanya kau-lah kebahagiaanku…”

Azumiya menangis lebih keras. Hatinya terasa teriris antara bahagia dan sedih.

“Maukah kau menjadi permaisuri Seok jin-ku lagi?” tanya Dong Woo lagi dengan air mata yang berusaha ia hentikan.

Lama terdiam, tiba-tiba Azumiya merangkul bahu Dong Woo dan menciumnya lekat-lekat. Menyatukan air mata mereka yang sama-sama membasahi kedua pipi mereka.

“Aku mencintaimu Dong Woo kecilku…” ucap Azumiya yang kini telah kembali menjadi permaisuri Seok Jin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar